Ini adalah contoh cara melestarikan Budaya Indonesia, dengan memainkan lagu daerah. Lagu ini adalah lagu Suwe Ora Jamu, dari Jawa Tengah.
Resonansi bunyi merupakan peristiwa ikut bergetarnya suatu benda akibat getaran yang dihasilkan oleh sumber bunyi. Resonansi bunyi hanya dapat terjadi jika suatu benda memiliki frekuensi alami yang sama dengan frekuensi alami sumber bunyi yang bergetar. Contoh instrumen yang menerapkan prinsip resonansi adalah gitar, keyboard, dan flute.
Cara pembentukan nada pada keyboard adalah pertama mereka menggunakan osilator untuk menghasilkan gelombang suara secara elektronik. Kemudian, di bagian sintesis, mereka mengubah bentuk, frekuensi, dan volume gelombang suara dan menggabungkannya untuk membuat suara yang berbeda. Synthesizer dapat meniru hampir semua instrumen yang bisa dibayangkan.
Ruwatan adalah salah satu ritual penyucian yang masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Jawa dan Bali. Ruwatan berarti upacara untuk membebaskan atau melepaskan seseorang yang diruwat dari hukuman atau kutukan dewa yang menimbulkan bahaya. Makna dari Ruwatan adalah meminta dengan sepenuh hati agar orang yang diruwat dapat lepas dari petaka dan memperoleh keselamatan. Oleh sebab itu, upacara Ruwatan dilakukan untuk melindungi manusia dari segala macam bahaya yang ada di dunia.
A greeting card is a piece of paper usually with decorations featuring an expression of friendship or other sentiment. Although greeting cards are usually given on special occasions such as birthdays, holidays, such as Christmas, Halloween, they are also sent to convey appreciation or express other feelings.
Lawang Sewu dibangun sebagai Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta zaman Belanda atau Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Bangunan Lawang Sewu dirancang memiliki jendela dan pintu yang sangat banyak sebagai sistem sirkulasi udara. Karena pintunya sangat banyak, masyarakat menganggap jumlahnya seribu sehingga disebut sebagai Lawang Sewu. Setelah Belanda menyerah pada 1942, tentara Jepang mengambil alih Lawang Sewu dan menggunakannya sebagai Kantor Riyuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang). Setelah proklamasi kemerdekaan pada 1945, Lawang Sewu beralih fungsi menjadi Kantor Eksploitasi Tengah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia). Namun, ketika Belanda kembali Indonesia pada 1946, Lawang Sewu digunakan sebagai markas tentara Belanda, sehingga kegiatan perkantoran DKARI harus dipindahkan. Setelah pengakuan kedaulatan RI pada 1949, kompleks bangunan ini digunakan Kodam IV Diponegoro. Pada 1994, Lawang Sewu diserahkan kembali pada kereta api (Perumka) yang kemudian statusnya berubah meniadi PT Kereta Api Indonesia (Persero). Setelah mengalami pemugaran, saat ini Lawang Sewu dimanfaatkan sebagai museum yang menyajikan beragam koleksi perkeretaapian di Indonesia dari masa ke masa. (kompas.com)
Gereja Santo Yusuf di Jalan Ronggowarsito atau disebut sebagai Gereja Gedangan merupakan cikal bakal gereja Katolik di Indonesia. Gereja yang lokasinya tak jauh dari kawasan Kota Lama Semarang ini berdiri pada tahun 1875. Dari berbagai literasi, berdirinya gereja ini berdiri sekitar tahun 1808, Gubernur Jenderal Deandels yang saat itu menjadi penguasa di Hindia Belanda (Indonesia) mendapat dua orang imam praja dari Belanda untuk melayani umat Katolik bangsa Eropa di Indonesia. Salah seorang di antaranya, Pastur L Prinsen Pr yang ditempatkan di Semarang. Pada 1875 Pastor J Lijnen Pr mendirikan gedung Gereja Santo Yusuf Gedangan yang indah dan anggun hingga saat ini. (ayosemarang.com)
Bandara Sugimanuru merupakan bandara kecil yang terletak di Pulau Mua, Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara. Bandara ini kini berada di bawah pengelolaan Kementerian Perhubungan. Bandara Sugimanuru dibangun Jepang untuk kepentingan militer guna mendukung ekspansi Perang Pasifik, terutama di kawasan Laut Jawa dan Laut Banda. Bandara ini masih beroperasi hingga saat ini sebagai bandara domestik.
Bandara Biak dibangun oleh Jepang pada tahun 1943 untuk menunjang armada pesawat tempur di Perang Pasifik. Bandara ini juga sedianya dibangun Jepang sebagai batu loncatan untuk menyerang Australia. Bandara ini kemudian diambil alih oleh pasukan Sekutu pimpinan Letnan Jenderal L Eichelburger pada Juli 1944 dan sempat dijadikan pangkalan militer Australia. Hingga beberapa tahun kemudian bandara ini diserahkan kepada Belanda dan mengganti namanya menjadi Bandara Mokmer. Saat Papua diserahkan kepada Indonesia, Bandara Mokmer kembali berganti nama menjadi Bandara Frans Kaisiepo, diambil dari nama pejuang Papua pro-Indonesia. Bandara ini masih beroperasi hingga saat ini dengan penerbangan internasional.
Sistem Tonarigumi diterapkan Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II di Manchuria, Semenanjung Korea, Kepulauan Sakhalin, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Tonarigumi diperkenalkan oleh Perdana Menteri Fumimaro Konoe pada 1940 dan mulai diperkenalkan di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, pada 1944. Ada lima hingga 10 kelompok rumah tangga dalam Tonarigumi. Jumlah yang sedikit ini mempermudah Ketua Tonarigumi atau Kumico (Pak RT), untuk mengenali warganya dan mengidentifikasi warga asing. Sistem Tonarigumi yang diterapkan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia bertujuan untuk memperketat kontrol serta pengawasan tentara Jepang terhadap masyarakat Indonesia. Setiap sebulan sekali, para pemimpin Tonarigumi diharuskan melakukan rapat secara berkala untuk melaporkan hasil yang telah didapat, atau yang saat ini disebut dengan arisan. Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II, sistem Tonarigumi dihapuskan pada 1947. Walaupun Tonarigumi sudah resmi dihapus, sistem ini masih berjalan di Indonesia. Pembentukan Tonarigumi pada masa Jepang diadaptasi bangsa Indonesia menjadi Rukun Tetangga (RT). Rukun Tetangga tidak lagi digunakan untuk pelatihan militer, tetapi lebih condong ke kegiatan administrasi seperti pembuatan kartu identitas, mengurus kependudukan, pembuatan surat pernyataan, dan sejenisnya.
Tahun 1901, Belanda mulai memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi penduduk Hindia Belanda (Indonesia). Namun pendidikan formal dibagi berdasarkan kelas sosial dan keturunan. Baru anak pejabat dan bangsawan pribumi yang bisa mengenyam pendidikan formal.
Sistem yang mereka perkenalkan yaitu dengan tingkatan sebagai berikut:
• Europeesche Lagere School, sekolah dasar bagi orang Eropa
• Hollandsch Inlandsche School (HIS), sekolah dasar bagi pribumi
• Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama
• Algemeene Middelbare School (AMS), sekolah menengah atas
Namun kondisi ini berubah ketika Jepang datang. Di masa pendudukan Jepang (1942-1945), sistem ini digantikan. Bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan bahasa Belanda. Jenjang belajar diubah. Setelah sekolah dasar enam tahun ada sekolah menengah pertama tiga tahun dan sekolah menengah tinggi tiga tahun. Namun pendidikan di masa Jepang jauh lebih buruk dibanding di masa kolonial Hindia Belanda.
Setelah kemerdekaan Indonesia, tahun 1947, dibentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang beranggotakan 52 orang. Panitia ini bertugas untuk meninjau masalah pendidikan dan pengajaran kanak-kanak dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Setelah pemerintah menerima saran-saran tersebut, disusunlah struktur dan sistem pendidikan baru. Tujuannya adalah untuk mendidik anak-anak menjadi warga negara yang berguna, yang diharapkan kelak dapat memberikan pengetahuannya kepada negara. Setelah sistem pendidikan baru terbentuk, terdapat empat tingkatan yang diberikan.
Empat tingkatan tersebut adalah:
• Pendidikan rendah
• Pendidikan menengah pertama
• Pendidikan Menengah Atas
• Pendidikan tinggi
Pada pendidikan rendah, para murid akan diajarkan dasar-dasar pelajaran membaca, menulis dan berhitung.
Kemudian, pendidikan menengah pertama dan atas, mereka akan mendapat pendidikan khusus pada kelas terakhir guna mempersiapkan pendidikan perguruan tinggi. Dasar-dasar pendidikan menganut prinsip demokrasi, kemerdekaan, dan keadilan sosial.
Setelah itu, tingkat-tingkatannya berevolusi menjadi TK, SD, SMP, dan SMA yang kita ketahui sekarang.
Tokoh-tokoh:
Budi : yang mengatain ibunya
Ibu Budi : orang tua Budi
Rodi : teman yang menegur Budi
Narator : Suatu hari, Rodi datang ke rumahnya Budi untuk bermain futsal bersama.
(rodi mengetuk pintu)
(ibu budi membuka pintu)
Ibu Budi : Siang, Rodi!
Rodi : Siang bu, apakah Budi ada di rumah bu? Soalnya saya mau bermain
sama dia.
Ibu Budi : Sekarang dia sedang mandi, sebentar ya, ibu panggil Budi.
Rodi : Oke bu!
Narator : Ibu Budi langsung pergi ke kamar Budi.
(ibu budi mengetuk pintu kamar budi) (etika sosial)
Ibu Budi : Budi?
Budi : Iya bu?
Ibu Budi : Rodi barusan berkunjung, katanya mau main futsal sama Budi. Dia masih menunggumu di depan rumah!
Budi : Oke bu, sebentar yah! Soalnya lagi memakai baju.
Ibu Budi : Oke Budi.
(1 menit kemudian...)
Budi : Bu, saya ijin keluar main sama Rodi bu! (etika sosial)
Ibu Budi : Oke, Budi!
Budi : Baik, makasih bu! Budi pamit ya. (etika sosial)
Rodi : Saya pamit juga bu.
Ibu Budi : Baik, selamat bersenang-senang!
Narator : Lalu, Budi dan Rodi pergi ke taman dan bermain futsal.
(1 jam kemudian...)
Budi : Aduh, saya merasa lapar, Rodi! Kita balik ke rumah saya aja! Biasanya
jam segini ibu saya sudah memasak sesuatu yang lezat!
Rodi : Baik kalo begitu, kita balik ke rumahmu.
(Setelah mereka sampai rumah)
Rodi : Sore bu!
Ibu Budi : Sore anak-anak!
Budi : Ibu sudah selesai masak belum bu? Soalnya kita sudah lapar.
Ibu Budi : Ibu masih belum selesai masak sih, kalian duduk di sofa sebentar ya, ibu
lanjut masak dulu.
Budi : Oke bu!
(30 menit kemudian...)
Budi : Aduh, kenapa ibu masaknya lama banget? Dia gila ya? Perutku sudah
kelaparan! (etika sosial yang salah)
Rodi : Budi! Kamu tidak boleh kata-katain orang seperti begitu! Apalagi dia
ibumu.... Biasanya kalau masaknya lama, maka makannya sangat lezat!
Budi : Aduh, kamu benar Rodi! Saya harus menahan kelaparanku! Maaf ya
saya tadi kata-katain ibu saya sendiri...
Rodi : Tidak apa-apa Budi! Asalkan kamu tidak melakukannya lagi!
Budi : Oke, makasih ya Rodi!
Ibu Budi : Makanan sudah siap!
Narator : Setelah itu, semuanya pindah ke meja makan.
Ibu Budi : Ini makanannya, anak-anak!
Budi : Wah! Makanannya soto ayam! Kesukaanku!
Rodi : Terima kasih ya bu, untuk makanannya! (etika sosial)
Budi : Iya bu, terima kasih bu!
Ibu Budi : Sama-sama anak-anak!
Narator : Setelah itu, Rodi pulang ke rumahnya, dan Budi mempelajari bahwa
kita tidak boleh berbicara dan mengata-ngatai orang dibelakang
mereka.
Ini adalah video saya berolahraga senam atletik.
Berenang adalah salah satu olahraga yang sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Untuk memfasilitasi hal ini, pak RT membuat sebuah kolam renang pada sebuah fasilitas sosial. Kolam renang yang dibuat berbentuk lingkaran berdiameter 20 m, sekeliling kolam di buat jalan setapak dengan lebar 2 m dengan biaya Rp 300.000/m². Berapa harga biaya untuk pembuatan jalan tersebut?
Untuk mendukung pembuatan kolam tersebut diperlukan sebuah kompresor. Roda penggerak kompresor terdiri atas lingkaran besar dan lingkaran kecil yang dihubungkan dengan tali karet(van belt). panjang jari-jari lingkaran masing-masing 13 cm dan 5 cm jarak kedua titik pusatnya 40 cm, dan besar sudut APC = 155∘. Hitunglah panjang tali penghubung kedua lingkaran. (lihat gambar)